Zakat, Kedudukan dan Fadilahnya
Oleh : Syaifuddin Mustaming
(Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Kolaka)
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya. (QS. as Syams; 9)
Firman Allah di atas merupakan salah satu dari sekian ayat-ayat-Nya yang menjelaskan tentang zakat serta pengaruh positif secara lahir dan batin bagi yang menunaikannya.
Secara bahasa, zakat adalah masdar dari kata zaka yang berarti bertumbuh atau berkembang. Juga diartikan dengan pembersihan.
Dari makna ini, zakat berarti mensucikan harta benda dari harta milik orang lain, sekaligus juga pensucian hati dari berbagai penyakit batin, seperti; penyakit tamak dan bakhil atau kikir yang sangat berbahaya terhadap kehidupan sosial. Karena itu, selain merupakan ibadah kepada Allah SWT, zakat juga bagian pengabdian dan atau kepedulian kepada masyarakat.
Dalam pendekatan terminologi fiqih, zakat ialah harta yang dikeluarkan seorang muslim yang merupakan hak Allah SWT dan diberikan kepada golongan tertentu. Dari konsep ini terlihat dua pendekatan, yaitu;
1) Pendekatan fungsional yang memusatkan tinjauannya kepada fungsi zakat terhadap harta benda itu sendiri dan pribadi muzakki (orang yang bayar zakat), dan
2) Pendekatan substansial yang menekankan bahwa zakat itu merupakan hak Allah yang disalurkan kepada golongan-golongan tertentu.
Demikian pentingnya zakat, sehingga seringkali Allah memerintahkannya berbarengan dengan perintah salat, antara lain; Allah SWT memerintahkan, bahwa: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku. (QS. al Baqarah; 43)
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. (QS. an Nisa; 77)
Pada ayat lain yang identik, Allah SWT berfiirman, bahwa: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, menegakkan shalat dan menunaikan zakat, bagi mereka adalah pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. al Baqarah; 277)
Itulah sebabnya, kedudukan zakat dalam Islam sangat prinsip serta padat manfaat dan hikmah.
Bagi orang yang menunaikan zakat (fitrah dan mal), sesungguhnya ia telah membersihkan dirinya secara lahir dan dari berbagai penyakit rohani, selain sebagai bentuk pengabdiannya kepada Allah SWT.
Bukan sekadar itu saja, tapi bahkan dari sudut kesejahteraan sosial, zakat mengandung keutamaan, antara lain;
1) Sebagai sarana untuk membentuk dan membina masyarakat muslim, yaitu sebagai sumber dana dan jaminan sosial yang merupakan hak-hak mustahik (yang berhak menerima zakat),
2) Alat pengukur keseimbangan sosial antara golongan berpunya dan golongan yang tidak berpunya, serta merombak kepincangan dan ketidakadilan dalam masyarakat.
Tegasnya bahwa zakat itu merupakan salah satu upaya atau solusi mendasar menegakkan dan untuk mencapai suatu masyarakat sejahtera.
Allah SWT memerintahkan secara tegas, bahwa : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, (dengan zakat itu) engkau membersihkan (harta) dan mensucikan (jiwa) mereka dengannya, dan doakan mereka, karena sesungguhnya doa kamu membawa ketenangan bagi mereka.” (QS. at Taubah; 103)
Pada dasarnya ayat tersebut memerintahkan segenap muslim yang berpunya untuk menunaikan zakatnya dengan berbagai keutamaan yang diperolehnya, seperti sebagai pembersih dan pensuci diri. Namun yang tak kalah pentingnya untuk saat ini, seberapa benar tingkat pengumpulan zakat itu dan pendistribusiannya secara makro dapat mengatasi berbagai masalah sosial ekonomi masyarakat, sesuai dengan ayat Allah di atas dan ayat berikut ini, bahwa: “Sesungguhnya shadaqah/zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu kewajiban yang ditetapkan Allah; dan Allah maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana.” (QS. at Taubah; 60)
Semoga hidayah, rahmat dan rida Allah SWT senantiasa tercurahkan dalam setiap keadaan dan aktifitas ibadah kita, Amin Yaa Rabbal Aalamin. (***)