Pemkab Kolaka Akan Kaji Regulasi Desa soal Pungutan Tambat Labuh
Ekspospedia – Pemerintah Kabupaten Kolaka,Sulawesi Tenggara akan mengkaji aturan desa yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Babarina Kecamatan Wolo terkait pungutan tambat labuh khususnya di sektor pertambangan.
Bupati Kolaka Ahmad Safei yang dikonfirmasi usai melakukan pertemuan dengan warga desa Babarina pada Rabu (27/6) lalu menjelaskan, yang bisa menjawab persoalan tambat labuh sebenarnya adalah pihak Syahbandar.
Safei pun heran dengan tarif setiap kapal yang sandar di pelabuhan dikenakan biaya tambat labuh oleh desa berkisar Rp10 juta sekali sandar. Hal ini dianggap sangat berlebihan dan tidak masuk akal.
” Pemerintah daerah saja saat itu memungut Rp 5.000 (tambat labuh) diberhentikan, apalagi ini Rp10 juta,” katanya.
Menurutnya persoalan ini masih dalam perdebatan. Pasalnya pertemuan antara perusahaan pertambangan dengan warga yang dimediasi oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka tidak menemukan titik terang karena harus melihat aturan.
Kendati begitu, Safei mengingatkan agar euforia kepala desa dengan lahirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa jangan dimaknai seakan-akan kepala desa memiliki kebebasan serta kekuatan dengan tidak lagi melihat struktur pemerintahan yang ada.
Untuk itu, pihaknya akan membahas persoalan ini mengenai tambatan perahu apakah masuk kategori tempat sandar kapal memuat ore atau tidak dengan melibatkan Syahbandar.
Begitu juga dengan pelabuhan khusus (Jetti) yang saat ini berada dalam kawasan PT.Ceria yang diklaim milik masyarakat.
Pelabuhan khusus yang saat ini diklaim masyarakat, kata Safei, masih milik negara meskipun sudah ada aktivitas di dalamnya. Nanti negara memberikan hak kepada pengguna kalau sudah memiliki sertifikat atau hak guna usaha. “Sepanjang itu semua belum keluar masih merupakan milik negara,”jelas Safei.
Begitu juga dengan sisa pembayaran pergantian lokasi warga sebesar Rp1,3 miliar sejak tahun 2017 lalu yang hingga kini belum selesai,Bupati Kolaka mengaku kaget karena dalam pertemuan itu sempat terjadi perdebatan antara warga dan pihak perusahaan.
” Saya kaget juga dengan persoalan ini ternyata belum selesai sehingga pihak pemerintah harus turun tangan dan mencari tahu kebenarannya,” ungkapnya.
Warga Babarina kata dia sempat mempertanyakan kepada manajemen PT.Ceria untuk diminta pertanggungjawaban dana Rp4 miliar dibayarkan kepada siapa sehingga saling berdebat.
Menurut pengakuan salah satu karyawan manajemen Ceria,Umar kata Safei dana itu sudah diberikan kepada salah satu perwakilan warga atas nama Ilham namun mengaku hanya diberikan daftar nama dan bukan dana.
“Sehingga saya mempertanyakan mana kuitansi asli penerimaan dana itu namun alasannya diambil oleh pihak Reskrim,” katanya. (***)